PERAWATAN PASIEN DENGANHEMODIALISA



 

A.     Pengertian

Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M. Nurs, 2006).
Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001).
Hemodialisis berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialysis yang berarti pemisahan atau filtrasi, melalui membrane semi-permeabel. Jadi hemodialisa adalah proses pemisahan atau filtrasi zat-zat tertentu dari darah melalui membrane semi-permeabel (Fery Erawati Burnama (Instalasi Dialisis RSUD Dr. Doris Silvanus)).
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (www.medicastore.com) .

B.     Dasar-dasar Hemodialisis
Setiap 1 juta penduduk terdapat 25-50 orang mengalami gagal ginjal terminal (GGT)/tahun.
Bila tidak diobati : meninggal dunia
Bila diobati dengan terapi pengganti (TP) : masih dapat hidup bertahun-tahun.
Terapi Pengganti (TP) : 1. Hemodialisa
    2. CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis)
    3. Transplantasi ginjal
Hemodialisa merupakan salah satu bentuk terapi pada pasien dengan kegagalan fungsi ginjal, baik yang sifatnya akut maupun kronik sampai pada stadium gagal ginjal terminal, dengan bantuan mesin hemodialisa. Ada 3 unsur penting yang saling terkait pada proses hemodialisa yaitu : sirkuit darah (saluran ekstrakorporeal), ginjal buatan (dializer), dan sirkuit dialisat.
Prinsip pada hemodialisis, mesin memompa darah dari tubuh pasien ke dalam dializer, dan dari sisi lain cairan dialisat dialirkan kedalam dializer. Didalam dializer inilah proses dialysis terjadi. Darah yang sudah didialisis atau sudah dibersihkan dipompa kembali kedalam tubuh. Untuk kelancaran dan keberhasilan proses hemodialisis dengan mesin hemodialisis diperlukan suatu prosedur tentang tindakan hemodialisis.

 

  • Tujuan Hemodilisa
    Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan.


  • Indikasi Hemodialisa

    • Indikasi segera
      Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi, hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria.

    • Indikasi dini

      • Gejala uremia
        Mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup.

      • Laboratorium abnormal
        Asidosis, azotemia (kreatinin 8-12 mg %) dan Blood Urea Nitrogen (BUN) : 100 – 120 mg %, TKK : 5 ml/menit.

    • Frekuensi Hemodialisa
      Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
      Program dialisa dikatakan berhasil jika:

      • penderita kembali menjalani hidup normal

      • penderita kembali menjalani diet yang normal

      • jumlah sel darah merah dapat ditoleransi

      • tekanan darah normal

      • tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.

 

  • Peralatan Haemodialisa

    • Arterial – Venouse Blood Line (AVBL)
      AVBL terdiri dari :

  1. Arterial Blood Line (ABL)
    Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan warna merah.

  2. Venouse Blood Line
    Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen dialiser.
    Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen adalah konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing arterial/venouse pressure,tubing udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port biru obat ,port darah/merah herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.

 

  • Dializer /ginjal buatan (artificial kidney)
    Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang /kompartemen,yaitu:

    • Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah

    • Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat

    • Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel.

    • Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah dan dua samping untuk keluar masuk dialisat.

 

  • Air water treatment
    Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka (diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara "water treatment" sehingga memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar 120 Liter.

  • Larutan Dialisat
    Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu. Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu : jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).

  • Mesin hemodialisis
    Ada bermacam-macam mesin hemodilisis sesuai dengan merek nya. Tetapi prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan dilisat, system pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen tambahan seperti heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi, kateter vena, blood volume monitor.

  • Perlengkapan hemodilaisis lainnya

    • Jarum punksi, adalah jarum yang dipakai pada saat melakukan punksi akses vaskuler, macamnya :

      • Single needle
        Jarum yang dipakai hanya satu, tetapi mempunyai dua cabang, yang satu untuk darah masuk dan yang satu untuk darah keluar. Punksi hanya dilakukan sekali.

      • AV – Fistula
        Jarum yang bentuknya seperti wing needle tetapi ukurannya besar. Jika menggunakan AV – Fistula ini, dilakukan dua kali penusukan.

 

  • Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi Penyebab 
Demam







Reaksi anafilaksis yg berakibat fatal

(anafilaksis)



Tekanan darah rendah



Gangguan irama jantung





Emboli udara



Perdarahan usus, otak, mata atau perut 
  • Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di dalam darah
  • Dialisat terlalu panas


  • Alergi terhadap zat di dalam mesin
  • Tekanan darah rendah




  • Terlalu banyak cairan yg dibuang


  • Kadar kalium & zat lainnya yg abnormal dalam darah


  • Udara memasuki darah di dalam mesin


  • Penggunaan heparin di dalam mesin untuk mencegah pembekuan


 
 
Gambar pasien yang menjalani hemodialisa
(dikutip dari www.medicastore.com)

 
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

  • Pengkajian

    • Identitas klien

    • Riwayat Penyakit

      • Riwayat penyakit infeksi

      • Riwayat penykit batu/obstruksi

      • Riwayat pemakaian obat-obatan

      • Riwayat penyakit endokrin

      • Riwayat penyakit vaskuler

      • Riwayat penyakit jantung

    • Data interdialisis (klien hemodialisis rutin)
      Data interdialisis meliputi :

      • Berat badan kering klien atau Dry Weight, yaitu : berat badan di mana klien merasa enak, tidak ada udema ekstrimitas, tidak merasa melayang dan tidak merasa sesak ataupun berat, nafsu makan baik, tidak anemis.

      • Berat badan interdialisis : Berat badan hemodialisis sekarang – Berat badan post hemodialisis yang lalu (Kg).

      • Kapan terakhir hemodialisis.

    • Pemeriksaan Fisik

      • Keadaan umum klien

        • Data subjektif : lemah badan, cepat lelah, melayang.

        • Data objektif : nampak sakit, pucat keabu-abuan, kurus, kadang – kadang disertai edema ekstremitas, napas terengah-engah.

      • Kepala

        • Retinopati

        • Konjunktiva anemis

        • Sclera ikteric dan kadang – kadang disertai mata merah (red eye syndrome).

        • Rambut ronok

        • Muka tampak sembab

        • Bau mulut amoniak

      • Leher

        • Vena jugularis meningkat/tidak

        • Pembesaran kelenjar/tidak

      • Dada

        • Gerakkan napas kanan/kiri seimbang/simetris

        • Ronckhi basah/kering

        • Edema paru

      • Abdomen

        • Ketegangan

        • Ascites (perhatikan penambahan lingkar perut pada kunjungan berikutnya).

        • Kram perut

        • Mual/munta

      • Kulit

        • Gatal-gatal

        • Mudah sekali berdarah (easy bruishing)

        • Kulit kering dan bersisik

        • keringat dingin, lembab

        • perubahan turgor kulit

      • Ekstremitas

        • Kelemahan gerak

        • Kram

        • Edema (ekstremitas atas/bawah)

        • Ekstremitas atas : sudahkah operasi untuk akses vaskuler

    • Pemeriksaan persistem

      • System kardiovaskuler

        • Data subjektif : sesak napas, sembab, batuk dengan dahak/riak, berdarah/tidak.

        • Data objektif : hipertensi, kardiomegali, nampak sembab dan susah bernapas.

      • System pernapasan

        • Data subjektif : merasa susah bernapas, mudah terengah-engah saat beraktifitas.

        • Data objektif : edema paru, dispnea, ortopnea, kusmaul.

  • Sistem pencernaan

    • Data subjektif napsu makan turun, mual/muntah, lidah hilang rasa, cegukan, diare (lender darah, encer) beberapa kali sehari.

    • Data objektif : cegukan, melena/tidak.

  • Sistem Neuromuskuler

    • Data subjektif : tungkai lemah, parestesi, kram otot, daya konsentrasi turun, insomnia dan gelisah, nyeri/sakit kepala.

    • Data objektif : neuropati perifer, asteriksis dan mioklonus, nampak menahan nyeri.

  • Sistem genito – urinaria

    • Data subjektif : libido menurun, noktoria, oliguria/anuria, infertilitas (pada wanita).

    • Data objektif : edema pada system genital.

  • System psikososial

    • Integritas ego

      • Stressor : financial, hubungan dan komunikasi

      • Merasa tidak mampu dan lemah

      • Denial, cemas, takut, marah, mudah tersinggung

      • Perubahan body image

      • Mekanisme koping klien/keluarga kurang efektif

      • Pemahaman klien dan keluarga terhadap diagnosis, penyakit dan perawatannya, kadang masih kurang.

    • Interaksi social

      • Denial, menarik diri dari lingkungan

      • Perubahan fungsi peran dikeluarga dan masyarakat.


  • Diagnosa Keperawatan
    Diagnosa Keperawatan menurut Marilynn E.Denges, 1999 adalah sebagai berikut :

    • Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan anoreksia, hilangnya protein selama dialisis, pembatasan diet.

    • Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan terapi pembatasan, penurunan kekuatan/tahanan, gangguan persepsi/kognitif.

    • Kurang perawatan diri sehubungan dengan intoleransi aktivitas.

    • Risiko tinggi terhadap konstipasi sehubungan dengan penurunan masukkan cairan, perubahan pola diet, penurunan motilitas usus.

    • Perubahan proses piker sehubungan dengan perubahan fisiologis.

    • Ansietas sehubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian.

    • Gangguan citra tubuh sehubungan dengan krisis situasional, penyakit kronis.

    • Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.



  • Intervensi dan Implementasi

    • Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan anoreksia, hilangnya protein selama dialisis, pembatasan diet.
      Intervensi / Implementasi

      • Kaji masukkan dan haluaran pasien setiap hari.
        R : mengidentifikasi kekurangan kalori setiap hari.

      • Anjurkan pasien mempertahankan masukkan makanan harian sesuai anjuran diet yang ditentukan.
        R : membantu pasien menyadari kebutuhan dietnya.

      • Ukur massa otot melalui lipatan trisep atau tonus otot.
        R : mengkaji keadekuatan nutrisi melalui pengukuran perubahan deposit lemak yang menentukan ada/tidaknya katabolisme jaringan.

      • Perhatikan adanya mual/muntah.
        R : mengidentifikasi gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen, mempengaruhi pilihan intervensi.

      • Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam perencanaan menu.
        R : Dapat meningkatkan pemasukan oral dan meningkatakan perasaan control/tanggung jawab.

      • Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
        R : meningkatkan pemasukan nutrisi.

      • Berikan perawatan mulut sering.
        R : menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak enak dimulut.

      • Kolaborasi, kebutuhan diet dengan ahli gizi.
        R : berguna untuk program diet individu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

      • Kolaborasi, pemberian multivitamin.
        R : menggantikan kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia atau selama dialysis.

      • Kolaborasi, pengawasan kadar protein/albumin serum.
        R : merupakan indikator kebutuhan protein.

      • Kolaborasi, pemberian antiemetik.
        R : menurunkan stimulasi pada pusat muntah.

      • Kolaborasi, sarankan penggunaan selang nasogastrik jika diindikasikan.
        R : diperlukan jika terjadi muntah menetap atau bila makan enteral diinginkan.


    • Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan terapi pembatasan, penurunan kekuatan/tahanan, gangguan persepsi/kognitif.
      Intervensi / Implementasi

      • Kaji keterbatasan aktivitas.
        R : mempengaruhi intervensi.

      • Ubah posisi secara sering bila tirah baring; dukung bagian tubuh yang sakit/sendi dengan bantal.
        R : menurunkan ketidaknyamanan, mempertahankan kekuatan otot,/mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi, dan mencegah kerusakan kulit.

      • Pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit, pertahankan linen kering dan bebas kerutan.
        R : Mencegah iritasi kulit.

      • Dorong napas dalam dan batuk.
        R : memobilisasi sekresi, memperbaiki ekspansi paru.

      • Berikan pengalihan dengan tepat pada kondisi pasien (pengunjung, radio/TV, buku).
        R : menurunkan kebosanan, meningkatkan relaksasi.

      • Bantu dalam latihan rentang gerak aktif/pasif.
        R : mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur dan membantu dalam menurunkan tegangan otot.

      • Buat dalam rencana program aktivitas dengan masukkan dari pasien.
        R : meningkatkan energi pasien dan mengontrol perasaan sejahtera.


    • Kurang perawatan diri sehubungan dengan intoleransi aktivitas.
      Intervensi / Implementasi

      • Tentukan skala kemampuan pasien untuk berpartisispasi dalam aktivitas perawatan diri (skala 0-4).
        0    =     mandiri penuh
        1    =     memerlukan penggunaan alat
        2    =     memerlukan bantuan bantuan orang llain untuk pertolongan, pengawasan,   pengajaran.
        3    =    membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan/alat bantu.
        4    =    ketergantungan penuh/tidak dapat berpartisipasi dalam aktivitas.


      R : kondisi dasar akan menentukan tingkat kekurangan/kebutuhan.

      • Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan yang diperlukan.
        R : memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi dan kemandirian pasien.

      • Anjurkan untuk menggunakan teknik menghemat energi, melakukan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi.
        R : menghemat energi, menurunkan kelelahan, danmeningkatkan kemapuan pasien untuk melakukan tugas.

      • Jadwalkan aktivitas yang memungkinkan pasien cukup waktu untuk menyelesaikan tugas pada kemampuan optimal.
        R : pendekatan yang tenang menurunkan frustasi, meningkatkan partisipasi pasien, meningkatkan harga diri.


    • Risiko tinggi terhadap konstipasi sehubungan dengan penurunan masukkan cairan, perubahan pola diet, penurunan motilitas usus.
      Intervensi / Implementasi

      • Kaji kemampuan defekasi , frekuensi, warna, konsistensi dan flatus.
        R : menilai seberapa berat gangguan defekasi, memudahkan intervensi.

      • Observasi ada/tidak bising usus dan distensi abdomen.
        R : bising usus mungkin hipoaktif atau hiperaktif, menandakan adanya gangguan peristaltic usus, mempengaruhi intervensi.

      • Instruksikan pasien dalam bantuan eleminasi, defekasi.
        R : upaya meningkatkan pola defekasi normal yang optimal.

      • Berikan kepada pasien tentang efek diet (cairan dan serat) pada eleminasi.
        R : cairan dan serat baik untuk pencernaan, feses menjadi lunak dan mudah untuk defekasi.

      • Instruksikan pasien menghindari mengejan selama selama defekasi.
        R : mengejan mengeluarkan banyak energi, sehingga dapat mengakibatkan kelelahan, pusing dan pingsan.

      • Konsultasikan/kolaborasi dokter pemberian : pelembut feses, enema, laksatif.
        R : membantu pasien dalam kemudahan eleminasi defekasi, feses lembut dan mudah dikeluarkan.

      • Kolaborasi ahli gizi untuk kebutuhan diet.
        R : Pengaturan makanan yang baik mencegah/mengurangi feses keras/kering, memudahkan defekasi.


    • Perubahan proses pikir sehubungan dengan perubahan fisiologis.
      Intervensi / Implementasi

      • Kaji perubahan perilaku / perubahan dalam tingkat kesadaran (orientasi waktu, tempat, orang).
        R : mengindikasikan tingkat toksisitas uremik, respons terhadap terjadinya komplikasi dialysis.

      • Berikan penjelasan sederhana tentang kondisi, orientasikan kembali dengan sering.
        R : memperbaiki orientasi realita.

      • Berikan lingkungan aman, bila perlu pasang pagar tempat tidur.
        R : mencegah trauma dan/ atau penglepasan aliran dialisis/kateter tidak hati – hati.

      • Selidiki keluhan sakit kepala, sehubungan dengan timbulnya mual/muntah, kacau/agitasi, hipertensi, tremor, atau kejang.
        R : dapat menunjukkan terjadinya sindrom ketidakseimbangan yang dapat terjadi mendekati selesainya/menyertai hemodialisa.

      • Awasi perubahan dalam pola bicara, terjadinya dimensia, aktivitas mioklunos selama heaemodialisa.
        R : kadang – kadang akumulasi aluminium dapat menyebabkan demensia dialisis, berlanjut ke kematian bila tidak diatasi.

      • Kolaborasi pengawasan BUN/kreatinin, glukosa serum, ubah/ganti konsentrasi dialisat atau tambahkan insulin sesuai indikasi.
        R : mengikuti kemajuan/perbaikan azotemia.

      • Kolaborasi, ambil kadar aluminium sesuai indikasi.
        R : peningkatan dapat memperingatkan ancaman keterlibatan serebral/demensia dialisis.

      • Kolaborasi, berikan obat-obatan sesuai indikasi.
        R : bila terjadi sindrom disekuilibrium selama dialisis, obat – obatan mungkin diperlukan untuk mengontrol kejang selama perubahan pada program dialisis atau kesinambungan terapi.

 

  • Ansietas sehubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian.
    Intervensi / Implementasi

    • Kaji dan catat tingkat kecemasan pasien setiap pergantian shift.
      R : tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat, panik) mungkin mengalami perubahan setiap kali pergantian shift sehingga mempengaruhi intervensi.

    • Kaji koping individu dalam mengatasi ansietas sebelumnya.
      R : mekanisme koping yang sama mungkin diperlukan untuk mengatasi kecemasan saat ini.

    • Kaji kemampuan pasien dalam pengambilan keputusan.
      R : pasien dengan ansietas bersikap tampak ragu – ragu, ini akan mempengaruhi intervensi.

    • Sediakan informasi factual menyakngkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
      R : meningkatkan pemahaman, mengurangi kecemasan.

    • Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi.
      R : mengurangi ketegangan, meningkatkan perasaan nyaman.

    • Berikan dukungan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
      R : memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya akan memberikan perasaan lega dan mengurangi ansietas.

    • Konsultasikan/kolaborasi dengan dokter, pengobatan untuk mengurangi ansietas.
      R : ansietas berlebihan baik dari segi kualitas maupun kuaantitas memerlukan penanganan lebih lanjut seperti pemberian obat-obatan untuk memberikan perasaan tenang.


  • Gangguan citra tubuh sehubungan dengan krisis situasional, penyakit kronis.
    Intervensi / Implementasi

    • Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan, dan ansietas sehubungan dengan situasi saat ini.
      R : mengidentifikasi luas masalah dan perlunya intervensi.

    • Diskusikan arti kehilangan/perubahan pada pasien.
      R : beberapa pasien memandang situasi sebagai tantangan, beberapa sulit menerimanya.

    • Perhatikan perilaku menarik diri, tidak efektif menggunakan pengingkaran atau perilaku yang yang mengindikasikan terlalu mempermasalahkan tubuh dan fungsinya.
      R : indicator terjadinya kesulitan menangani stress terhadap apa yang terjadi.

    • Kaji penggunaan substansi adiktif (contoh, alkohol), pengrusakkan diri/perilaku bunuh diri.
      R : menunjukkan disfungsi koping dan upaya untuk menangani masalah dalam tindakan tidak efektif.

    • Tentukan tahap berduka. Perhatikan tanda depresi berat/lama.
      R : indentifikasi tahap yang sedang pasien alami memberikan pedoman untuk mengenal dan menerima perilaku dengan tepat. Depresi lama menunjukkan perlunya intervensi lanjut.

    • Akui kenormalan perasaan.
      R : pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan mengatasi secara efektif.

    • Dorong pasien untuk menyatakan konflik kerja dan pribadi yang mungkin timbul, dan dengar dengan aktif.
      R : membantu pasien mengidentifikasi dan solusi masalah.

  • Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
    Intervensi / Implementasi

    • Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang kondisi, prognosis dan pengobatan saat ini.
      R : mengidentifikasi seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya.

    • Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang keadaan saat ini.
      R : mengurangi kecemasan, meningkatkan pengetahuan dan menghasilkan penerimaan dan kerjasama yang baik dalam proses terapi.

    • Anjurkan pasien dan keluarga untuk memperhatikan anjuran dietnya.
      R : diet yang tepat dan benar membantu dalam proses penyembuhan.

    • Dorong dan berikan kesempatan pasien untuk bertanya.
      R : meningkatkan proses belajar, meningkatkan pengambilan keputusan, dan menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan.

    • Minta pasien dan keluarga untuk mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
      R : mengetahui seberapa jauh pemahaman pasien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

 


  • Evaluasi

  1. Menunjukkan berat badan stabil atau meningkat dengan nilai laboratorium normal.

  2. Mempertahankan mobillitas atau fungsi optimal yang dapat dilakukan.

  3. Berpartisispasi pada aktivitas sehari – hari dalam tingkat kemampuan diri/keterbatasan penyakit.

  4. Mempertahankan pola fungsi usus normal.

  5. Mengenal perubahan dalam berpikir/perilaku dan menunjukkan perilaku untuk mencegah/meminimalkan perubahan.

  6. Menyatakan perasaan cemas berkurang/terkontrol, menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah dan penggunaan sumber secara efektif, tampak rileks/dapat tidur dan istirahat secara tepat.

  7. Mengidentifikasi perasaan dan metode koping untuk persepsi negative pada diri sendiri, menyatakan penerimaan terhadap situasi diri, menunjukkan adaptasi terhadap perubahan/kejadian yang telah terjadi.

  8. Menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan ; melakukan tindakan secara benar dan dapat menjelaskan alas an tindakan.


 

DAFTAR PUSTAKA

 


 

Burnama, Erawati F. 2007, Protap Perawatan Klien Haemodialisa. Instalasi Dialisis RSUD Dr. Doris Sylvanus. Palangka Raya.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3. Jakarta : EGC.
Nursalam, M.Nurs, DR (Hons). 2006. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.


ERITRODERMA

A. DEFINISI

  • Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya disertai skuama ( Arief Mansjoer , 2000 : 121 )
  • Eritroderma merupakan inflamasi kulit yang berupa eritema yang terdapat hampir atau di seluruh tubuh ( www. medicastore . com ).
  • Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai dengan eritema dan skuam yang hampir mengenai seluruh tubuh ( Marwali Harahap , 2000 : 28 )
  • Dermatitis eksfoliata merupakan keadaan serius yang ditandai oleh inflamasi yang progesif dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi dengan distribusi yang kurang lebih menyeluruh ( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 ).

B. ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :

1. Eritrodarma eksfoliativa primer

Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5–0 % ).

2. Eritroderma eksfoliativa sekunder

a. Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya , sulfonamide , analgetik / antipiretik dan tetrasiklin.

b. Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus , psoriasis , pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis atopik.

c. Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma. ( Arief Mansjoer , 2000 : 121 : Rusepno Hasan 2005 : 239 )

C. ANATOMI

Kulit mepunyai tiga lapisan utama : Epidermis , Dermis dan Jaringan sub kutis. Epidermis ( lapisan luar ) tersusun dari beberapa lapisan tipis yang mengalami tahap diferensiasi pematangan.

Kulit ini melapisi dan melindungi organ di bawahnya terhadap kehilangan air , cedera mekanik atau kimia dan mencegah masuknya mikroorganisme penyebab penyakit. Lapisan paling dalam epidermis membentuk sel – sel baru yang bermigrasi kearah permukaan luar kulit. Epidermis terdalam juga menutup luka dan mengembalikan integritas kulit sel – sel khusus yang disebut melanosit dapat ditemukan dalam epidermis. Mereka memproduksi melanin , pigmen gelap kulit. Orang berkulit lebih gelap mempunyai lebih banyak melanosit aktif.


Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu :

  1. Stratum Korneum
    Selnya sudah mati , tidak mempunyai intisel , intiselnya sudah mati dan mengandung zat keratin.
  2. Stratum lusidum
    Selnya pipih , bedanya dengan stratum granulosum ialah sel – sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir – butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar.
    Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki.
  3. Stratum Granulosum
    Stratum ini terdiri dari sel – sel pipih. Dalam sitoplasma terdapat butir–butir yang disebut keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin.
  4. Stratum Spinosum / Stratum Akantosum
    Lapisan yang paling tebal.
  5. Stratum Basal / Germinativum
    Stratum germinativum menggantikan sel – sel yang diatasnya dan merupakan sel – sel induk.

Dermis terdiri dari 2 lapisan :

  1. Bagian atas , papilaris ( stratum papilaris )
  2. Bagian bawah , retikularis ( stratum retikularis )

Kedua jaringan tersebut terdiri dari jaringan ikat lonngar yang tersusun dari serabut – serabut kolagen , serabut elastis dan serabut retikulus

Serabut kolagen untuk memberikan kekuatan pada kulit. Serabut elastis memberikan kelenturan pada kulit.

Retikulus terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatan pada alat tersebut.

Subkutis

Terdiri dari kumpulan – kumpulan sel – sel lemak dan diantara gerombolan ini berjalan serabut – serabut jaringan ikat dermis.


 


 

Fungsi kulit :

- Proteksi - Pengatur suhu

- Absorbsi - Pembentukan pigmen

- Eksresi - Keratinisasi

- Sensasi - Pembentukan vit D

( Syaifuddin , 1997 : 141 – 142 )

D. PATOFISIOLOGI

Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan kulit yang paling luar ) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negatif . Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas , sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh.
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kult sel – sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel – sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik / plak jaringan epidermis yang profus.

Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan imunologik ( alergik ) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanismee imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak lengkap ( hapten ). Obat / metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan , serum / protein dari membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap. ( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 )

E. MANIFESTASSI KLINIS

  • Eritroderma akibat alergi obat , biasanya secara sistemik. Biasanya timbul secara akut dalam waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh , sedangkan skuama baru muncul saat penyembuhan.
  • Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering addalah psoriasis dan dermatitis seboroik pada bayi ( Penyakit Leiner ).
    • Eritroderma karena psoriasis

      Ditemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninngi daripada sekitarnya dengan skuama yang lebih kebal. Dapat ditemukan pitting nail.

    • Penyakit leiner ( eritroderma deskuamativum )

      Usia pasien antara 4 -20 minggu keadaan umum baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritama seluruh tubuh disertai skuama kasar.

    • Eritroderma akibat penyakit sistemik , termasuk keganasan. Dapat ditemukan adanya penyakit pada alat dalam , infeksi dalam dan infeksi fokal. ( Arif Masjoor , 2000 : 121 )


 

F. KOMPLIKASI

Komplikasi eritroderma eksfoliativa sekunder :
- Abses - Limfadenopati
- Furunkulosis - Hepatomegali
- Konjungtivitis - Rinitis
- Stomatitis - Kolitis
- Bronkitis
( Ruseppo Hasan , 2005 : 239 : Marwali Harhap , 2000 , 28 )


 

G. PENGKAJIAN FOKUS

Pengkajian keperawatan yang berkelanjutan dilaksanakan untuk mendeteksi infeksi. Kulit yang mengalami disrupsi , eritamatosus serta basah amat rentan terhadap infeksi dan dapat menjadi tempat kolonisasi mikroorganisme pathogen yang akan memperberat inflamasi antibiotik , yang diresepkan dokter jika terdapat infeksi , dipilih berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas.


 

H. BIODATA

a. Jenis Kelamin

Biasnya laki – lak 2 -3 kali lebih banyak dari perempuan.

b. Riwayat Kesehatan

– Riwayat penyakit dahulu ( RPM )

Meluasnya dermatosis keseluruh tubuh dapat terjadi pada klien planus , psoriasis , pitiasis rubra pilaris , pemfigus foliaseus , dermatitis. Seboroik dan dermatosiss atopik , limfoblastoma.

– Riwayat Penyakit Sekarang

Mengigil panas , lemah , toksisitas berat dan pembentukan skuama kulit.

c. Pola Fungsi Gordon

1. Pola Nutrisi dan metabolisme

Terjadinya kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negative mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh pasien ( dehidrasi ).

2. Pola persepsi dan konsep diri

– Konsep diri

Adanya eritema ,pengelupasan kulit , sisik halus berupa kepingan / lembaran zat tanduk yang besr – besar seperti keras selafon , pembentukan skuama sehingga mengganggu harga diri.

3. Pemeriksaan fisik

a. KU : lemah

b. TTV : suhu naik atau turun.

c. Kepala

Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.

d. Mulut

Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.

e. Abdomen

Adanya limfadenopati dan hepatomegali.

f. Ekstremitas

Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.

g. Kulit

Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.

( Marwali Harahap , 2000 : 28 – 29 : Rusepno Hasan , 2005 : 239 , Brunner & Suddarth , 2002 : 1878 ).

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI

1. Gangguan integritas kulit bd lesi dan respon peradangan

Kriteria hasil : - menunjukkan peningkatan integritas kulit

- menghindari cidera kulit

Intervensi
a. kaji keadaaan kulit secara umum
b. anjurkan pasien untuk tidak mencubit atau menggaruk daerah kulit
c. pertahankan kelembaban kulit
d. kurangi pembentukan sisik dengan pemberian bath oil
e. motivasi pasien untuk memakan nutrisi TKTP
2. Gangguan rasa nyaman : gatal bd adanya bakteri / virus di kulit

Tujuan : setelah dilakuakn asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi luka pada kulit karena gatal


 

Kriteria hasil : - tidak terjadi lecet di kulit

- pasien berkurang gatalnya

Intervensi
a. beritahu pasien untuk tidak meggaruk saat gatal
b. mandikan seluruh badan pasien ddengan Nacl
c. oleskan badan pasien dengan minyak dan salep setelah pakai Nacl
d. jaga kebersihan kulit pasien
e. kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pengurang rasa gatal
3. Resti infeksi bd hipoproteinemia

Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : - tidak ada tanda – tanda infeksi ( rubor , kalor , dolor , fungsio laesa )

- tidak timbul luka baru

Intervensi
a. monitor TTV
b. kaji tanda – tanda infeksi
c. motivasi pasien untuk meningkatkan nutrisi TKTP
d. jaga kebersihan luka
e. kolaborasi pemberian antibiotic


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA

- Brunner 7 Suddarth vol 3 , 2002. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, Jakarta : EGG

- Doenges M E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan dokumentasi perawatan pasien edisi 3 , Jakarta : EGC

- Harahap Marwali 2000 , Ilmu Penyakit Kulit , Jakarta : Hipokrates

- Hasan Rusepno 2005 , Ilmu Keperawatan Anak , Jakarta : FKUI

- Mansjoer , Arief , 2000 , Kapita Selekta Kedokteran , Jakarta : EGC

- Syaifudin , 1997 , anatomi Fisiologi , Jakarta : EGC


 

a